Disclaimer: Artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda, pembaca, merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Pada September 2023, publik disuguhi dengan informasi tentang orang yang bunuh diri karena memiliki pinjaman online. Hal ini diawali oleh unggahan akun @rakyatvspinjol di platform X (dulunya Twitter) pada 17 September 2023. Akun ini menceritakan seseorang bernama K yang bunuh diri karena pinjaman online (Pinjol).
Ia yang awalnya meminjam Rp9,4 juta harus membayar Rp18 juta — Rp19 juta. Karena tidak bisa membayar, K, yang belakangan diketahui berasal dari Sumatera Selatan diteror oleh oknum debt collector dari pinjol AdaKami. Adapun bentuk terornya adalah spam panggilan yang diarahkan ke nomor telepon kantor tempat korban bekerja. Karena spam panggilan tersebut, K yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan honorer dengan kontrak 5 tahun diberhentikan karena dianggap mengganggu.
Tidak sampai di situ, oknum debt collector juga mengirimkan orderan fiktif yang dialamatkan ke rumah K. Dalam sehari ada 5–6 orderan fiktif. Hal tersebut semakin membuatnya depresi. Karena tidak tahan akhirnya K mengakhiri hidupnya pada Mei 2023. Kasus ini menjadi viral. AdaKami dihujat warganet, dipanggil Otoritas Jasa Keuangan, dan diperiksa kepolisian. Hingga akhir September, kasus ini masih terus berjalan.
Berdasarkan data OJK per Mei 2023 ada 17,31 juta rekening aktif penerima pinjol di Indonesia. Sementara, kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjol pada Mei 2023 sebesar Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% yoy. Salah satu alasan utama masyarakat banyak memilih layanan pinjol karena mereka belum dapat mengakses layanan keuangan dari perbankan sebab masyarakat perlu memenuhi berbagai syarat dan ketentuan untuk dapat meminjam dari bank.
Jumlah Kasus Terus Naik
Kasus bunuh diri akibat pinjol yang dialami K tersebut bukanlah yang pertama. Berdasarkan pantauan Jangkara Data Lab setidaknya ada 72 kasus bunuh diri akibat pinjaman online yang terkuak oleh media massa.
Pantauan menggunakan alat big data monitoring Newstensity, yang melakukan crawling data pemberitaan dengan kombinasi kata kunci “bunuh diri”, “gantung diri”, “pinjaman online”, dan “pinjol”. Periode crawling dari 1 Januari 2018 hingga 25 September 2023. Dari crawling tersebut ditemukan lebih dari 7.665 berita. Penyisiran atas pemberitaan tersebut mengungkap ada 72 kasus bunuh diri akibat pinjaman online yang diwartakan oleh berita selama enam tahun terakhir.
Analisis pemberitaan menunjukkan tren naik selama lima tahun terakhir. Kasus bunuh diri karena pinjaman online hanya ditemukan 1 kasus pada 2018 dan meningkat drastis menjadi 28 kasus di 9 bulan pertama 2023.
Dari 72 upaya bunuh diri tersebut sebanyak 49 korban di antaranya tidak selamat atau meninggal dunia. Sedangkan pada 23 korban lainnya lepas dari ancaman maut, baik karena diselamatkan oleh pihak lain, maupun diselamatkan oleh diri sendiri dengan cara mengurungkan niat mengakhiri hidup.
Adapun kasus bunuh diri yang paling banyak disorot oleh media adalah kasus bunuh diri K yang viral di media sosial. Selain itu, ada juga kasus bunuh diri ibu rumah tangga di Wonogiri Jawa Tengah yang berinisial WPS. Kedua kasus ini juga mendapatkan tindak lanjut yang serius dari pihak otoritas, baik pemerintah maupun penegak hukum.
Untuk kasus K yang melibatkan pinjol AdaKami, pihak Kepolisian dan OJK sudah turun tangan mengingat kuatnya tuntutan dari publik lewat sosial media. AdaKami sudah dipanggil oleh OJK dan kasus ini masih terus diselidiki oleh pihak polisi.
Sedangkan untuk kasus bunuh diri WPS di Wonogiri, berujung pada penangkapan tiga tersangka terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Solusi Andalan Bersama yang merupakan pinjol yang meminjamkan dana ke WPS. Polisi juga menyita uang Rp 21 miliar. Salah satu tersangka JS, ternyata juga memiliki 95 KSP sejenis.
Mayoritas kasus bunuh diri didorong oleh tekanan yang berlipat ganda. Mulai dari beban hutang hingga bunga yang tidak masuk akal, hingga tekanan mental dari para pinjol lewat debt collector.
Dari sisi jumlah utang dan bunga misalnya. Para korban merasa jumlah yang disepakati dan yang diterima tidak sama. Selain itu, tenor peminjaman juga cenderung cepat yang membuat peminjam menjadi punya waktu yang lebih singkat untuk membayar cicilan.
Salah satu yang mengalami adalah seorang asisten rumah tangga berinisial L, salah satu korban bunuh diri yang selamat. Dalam pengaduannya ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di tahun 2018 terungkap, awalnya ia meminjam Rp 500.000 dari salah satu pinjol, akan tetapi yang diterimanya hanya Rp 375.000 karena dipotong biaya administrasi. L tahu bahwa bunganya mencapai 20 persen. Dalam 2 minggu, L sudah harus mengembalikan sebanyak Rp 600.000 (pinjaman pokok + bunga). Karena tidak ada uang untuk bayar, ia pun meminjam ke pinjol lain untuk menutupi utang sebelumnya. Begitu seterusnya sampai ada 9 pinjol tempat L mengutang. Bunga yang terlalu besar dan aksi gali lubang tutup lubang membuatnya depresi. Ia pun berniat mengakhiri hidupnya dengan meminum minyak tanah sehingga uang santunan kematian bisa digunakan untuk membayar tunggakan.
Di sisi lain, debt collector biasanya akan mengancam untuk menyebarkan data-data pribadi termasuk yang ada di telepon genggam nasabah, mempermalukan nasabah ke teman kerja/atasan, menyuruh nasabah jual organ tubuh untuk membayar utang, mengancam akan membunuh nasabah dan keluarganya, hingga meminta nasabah untuk berhubungan intim dengan debt collector supaya utang dianggap lunas. Para peminjam terus diteror lewat telepon dan SMS, bahkan setiap tiga menit sekali. Belum lagi jika pinjol tersebut menghubungi nomor kontak yang ada di gawai nasabah untuk meminta yang bersangkutan mengingatkan nasabah agar membayar utang. Salah satu korban yang dipermalukan ke rekan kerjanya ada K asal Baturaja Sumatera Selatan yang merupakan karyawan honorer di instani pemerintah. Akibat kelakuan debt collector tersebut, ia pun diberhentikan dari pekerjaannya. Kehilangan pekerjaan ujung-ujungnya membuatnya semakin kesulitan membayar cicilan utang.
Jawa Timur Kasus Terbanyak
Berdasarkan riset analisis konten pemberitaan, Jawa Timur menjadi provinsi dengan kasus bunuh diri akibat pinjol yang tertinggi yakni 14 kasus. Malang, Surabaya, dan Banyuwangi menjadi kota dengan kasus terbanyak yakni masing-masing 3 kasus.
DKI Jakarta menempati tempat kedua dengan 13 kasus. Jakarta Barat menjadi kota tertinggi dengan 3 kasus. Di posisi ketiga ada Jawa Barat dengan 12 kasus di mana di Depok paling sering terjadi kejadian naas ini yakni 5 kasus.
Selama 6 tahun terakhir, kasus memang paling sering terjadi di wilayah Jawa-Bali. Terbukti 5 dari 6 besar lokasi kasus ditempati oleh provinsi-provinsi di Jawa. Namun, semakin lama, kasus bunuh diri akibat pinjol ini juga terjadi di wilayah-wilayah lain. Pada tahun 2020 mulai muncul kasus di Sumatera. Lalu di 2021, mulai muncul kasus di Sulawesi. Di 2022, kasus muncul di Kalimantan. Pada 2023, kasus muncul hampir di seluruh wilayah pulau besar di Indonesia, kecuali Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Meski demikian, bukan berarti kasus ini tidak terjadi di sana. Sebab, amatan dalam riset mini ini hanya berdasarkan pemberitaan media massa.
Pinjol dan Judi Online “Kakak Adik Beracun”
Temuan yang menarik dari riset analisis konten ini adalah alasan meminjam juga semakin beragam. Sebelumnya alasan peminjam adalah hal klasik seperti untuk memenuhi kebutuhan, alasan pengobatan, tambahan modal, dan lainnya. Sejak tahun 2022 dan 2023, muncul alasan meminjam dana karena robotrading dan judi online.
Sama seperti berutang, judi baik yang online atau bukan memiliki sifat adiksi. Seseorang akan melakukannya terus menurus karena ketagihan. Saat si penjudi kalah, ia akan terus berusaha main lagi untuk bisa menang walaupun harta bendanya sudah habis. Saat itulah pinjol menjadi tempat untuk mencari modal judi.
Pada tahun 2023, 9 dari 28 kasus bunuh diri akibat pinjol didorong oleh keinginan untuk main judi online terus menerus. Hal ini terjadi dominannya pada laki-laki. Baik yang masih pelajar, maupun dewasa.
Tren judi online di Indonesia memang terus meningkat. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), selama periode 2017–2022 ada sekitar 157 juta transaksi judi online di Indonesia dengan nilai total perputaran uang mencapai Rp190 triliun. PPATK memperoleh data tersebut dari penelusuran dan analisis terhadap 887 pihak yang termasuk dalam jaringan bandar judi online.
Nyawa Laki-laki Paling Banyak Melayang, Perempuan Paling Banyak Jadi Nasabah
Riset ini menunjukkan laki-laki paling banyak melakukan bunuh diri karena terlilit utang. Dari 72 kasus, sebanyak 43 korban adalah laki-laki. Alasan dominan laki-laki terjerat pinjol adalah judi online (9 kasus) dan memenuhi kebutuhan (4 kasus).
Sedangkan 29 korban lainnya adalah perempuan dengan alasan meminjam tertinggi adalah gali lubang tutup lubang (5 kasus) dan memenuhi kebutuhan (2 kasus).
Meski demikian, berdasarkan data OJK 2021, perempuan paling banyak menjadi nasabah pinjol. Di 2021, jumlah pengguna pinjol perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, yakni 9.498.405 perempuan (54,95 persen) dan 7.785.569 laki-laki (45,05 persen). Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pinjol menyasar perempuan karena lebih rentan sebab literasi keuangan perempuan dinilai lebih rendah.
Namun setahun setelahnya, hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan, dari sisi gender indeks literasi keuangan perempuan lebih tinggi sebesar 50,33 persen dibandingkan laki-laki sebesar 49,05 persen. Menurut OJK, perempuan ditempatkan sebagai kelompok prioritas dilakukan edukasi dan literasi keuangan, karena melihat pentingnya perempuan dalam hal mengelola keuangan keluarga.
Epilog
Dampak negatif pinjol ke masyarakat semakin terlihat nyata. Banyak pihak yang menilai pemerintah belum bisa meregulasi pinjol dengan baik. Akibatnya, praktik di lapangan kerap kali lebih banyak membawa mudharat. Di permukaan (karena pasti banyak kasus yang tidak terpotret oleh media), puluhan jiwa sudah melayang akibat tekanan mental dari mengutang, apakah pemerintah akan diam saja?