Sebuah utas mengejutkan muncul di jagat dunia maya Indonesia menjelang berakhirnya kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden RI. Utas tersebut diunggah oleh podcast Bocor Alus, milik media pemberitaan, Tempo, yang mengungkap tentang adanya operasi memoles citra Presiden Joko Widodo di media massa menjelang akhir pemerintahannya. Operasi tersebut, ungkap Bocor Alus, merupakan orkestrasi yang dijlankan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dengan meneken kontrak kerja sama pemberitaan kepada sejumlah media untuk memuat konten keberhasilan pemerintah selama 10 tahun terakhir ini.
Hal yang menjadi permasalahan adalah adanya syarat bahwa konten keberhasilan pemerintahan Jokowi harus ditulis dalam bentuk berita dan bukan advertorial atau iklan. Bocor Alus melalui konten podcast yang diunggah di YouTube juga menyampaikan, pemerintah tidak main-main dalam menyiapkan operasi ini. Anggaran hingga miliaran rupiah disebut telah dikeluarkan untuk mendukung berjalannya operasi tersebut.
Mengutip dari laporan utama yang ditulis oleh Majalah Tempo, operasi ini diawali oleh permintaan dari Presiden Joko Widodo kepada jajaran kementerian saat rapat di IKN pada 13 September 2024 lalu. Pada kesempatan tersebut, Jokowi meminta kementerian untuk bisa menyampaikan kepada masyarakat capaian kinerja dalam sepuluh tahun terakhir.
Melalui wawancara dengan Tempo, Menkominfo, Budi Arie, membenarkan adanya operasi tersebut. Budi mengungkap penetrasi kampanye dilakukan dengan melalui slogan “terima kasih Jokowi” dan “selamat kerja, Prabowo-Gibran”. Hal itu ditegaskan oleh Budi sebagai hal yang “normal”. Ia menekankan pada hasil tingkat kepuasan masyarakat kepada Jokowi yang tinggi yakni mencapai 70%-80%. Menurutnya, selama sepuluh tahun berkuasa, presiden ke-7 tersebut pasti memiliki sisi baik yang bisa disampaikan ke publik.
Dua pekan setelah permintaan Jokowi di IKN disampaikan, Tempo mengungkap tugas pencitraan tersebut kemudian diserahkan kepada Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi. Hasan saat itu mengumpulkan pejabat kementerian, lembaga pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) yang berurusan dengan kehumasan di Esquire Room Hotel Mandarin Oriental, Jakarta.
Pada pertemuan tersebut terdapat setidaknya tiga instruksi terkait penyampaian keberhasilan pemerintahan. Pertama, pembuatan narasi kampanye keberhasilan Jokowi. Kedua, pembuatan audiovisual capaian Jokowi dalam 10 tahun terakhir dan ketiga pembuatan video berdurasi 30–90 detik. Setiap kementerian dan lembaga juga diminta untuk menyiapkan bahan capaian kerja mereka selama 10 tahun, juga ucapan terima kasih kepada Jokowi.
Klaim yang “dibocorkan” Tempo ini seolah terbukti dari masifnya percakapan tentang kinerja atau capaian 10 tahun Jokowi di pemberitaan baik media massa maupun media sosial. Headline keberhasilan pemerintahan Jokowi ramai di media pemberitaan. Kompas.com, bahkan memiliki kolom khusus yang berisi ragam pemberitaan tentang capaian 10 tahun pemerintahan Jokowi.
Publik bereaksi cukup keras. Tidak sedikit dari mereka mengkritisi langkah yang diambil pemerintah dalam menjaga citranya tersebut terlalu berlebihan. Tak lama setelah utas dari Bocor Alus disampaikanke publik, percakapan di media sosial utamanya X (Twitter) pun mulai ramai berisikan tentang temuan-temuan publik tentang konten pemberitaan yang diduga kuat merupakan konten kampanye pemerintah.
Narasi 10 Tahun Jokowi di Media Massa
Melalui bantuan alat big data Newstensity, Jangkara memantau narasi capaian 10 tahun pemerintahan Jokowi yang disampaikan dalam pemberitaan media massa. Adapun kata kunci yang digunakan adalah “sepuluh (10) tahun Jokowi” dari rentang periode waktu 1–18 Oktober 2024. Pemberitaan mengenai 10 tahun Jokowi pada periode tersebut pun ditemukan mencapai sebanyak 8.441 berita.
Melihat pada lini masanya, pemberitaan mengenai capaian kinerja pemerintahan Jokowi memang sudah ramai mengemuka di pemberitaan media massa sejak awal Oktober 2024. Pemberitaan mulai memuncak pada 2 Oktober 2024, bersamaan dengan diresmikannya sejumlah proyek oleh Jokowi jelang berakhir jabatannya, seperti Bendungan Temef di NTT dan proyek Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PLBN). Dalam pemberitaan tentang peresmian sejumlah proyek tersebut juga terdapat narasi deretan proyek yang telah dikerjakan Jokowi selama 10 tahun Ia memimpin.
Jumlah pemberitaan pada tanggal-tanggal berikutnya cukup fluktuatif tetapi dengan jumlah yang tidak begitu signifikan berubah. Pemberitaan kembali mencapai puncak tertinggi pada 16 Oktober 2024. Narasi pemberitaan di tanggal tersebut cukup beragam, dengan realisasi investasi selama 10 tahun pemerintahan Jokowi menjadi yang paling ramai diberitakan.
Sehari kemudian pemberitaan mulai melandai, sebelum melonjak lagi pada 18 Oktober 2024, bersamaan dengan digelarnya jamuan santap siang oleh Jokowi di Istana Negara jelang purnatugasnya. Dalam pemberitaan tersebut juga disampaikan momen Jokowi mengenang 10 tahun kepemimpinannya.
Untuk melihat lebih jauh bagaimana narasi 10 tahun Jokowi disampaikan dalam pemberitaan, Jangkara Data Lab mengambil lima media teratas yang paling banyak menuliskan pemberitaan tersebut. Berdasarkan perhitungan Newstensity, kelima media tersebut adalah media dalam jaringan (daring) dari jaringan Tribun Network (261 berita), Kompas.com (137 berita), detik.com (117 berita), CNNIndonesia.com (84 berita) dan Tempo.co (92 berita).
Sentimen positif tampak mendominasi narasi 10 tahun Jokowi yang tercermin dari ramainya topik-topik mengenai keberhasilan satu dekade pemerintahannya. Topik keberhasilannya pun beragam. Mulai dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional, pengentasan kemiskinan, keberhasilan program unggulan hingga proyek-proyek nasional strategis yang diusung Jokowi.
Klaim keberhasilan tersebut makin dikuatkan oleh pernyataan sejumlah menteri dari kementerian yang muncul dalam pemberitaan seperti; Menteri Perdagangan terkait surplusnya neraca perdagangan; Menteri Perhubungan dalam hal keberhasilan infrastruktur transportasi dan Menteri Kominfo terkait upaya digitalisasi selama pemerintahan Jokowi.
Kendati beragam, ditemukan keseragaman pada salah satu topik yang muncul di kelima media yakni terkait Pembangunan Infrastruktur. Topik ini terbagi pada infrastruktur transportasi meliputi jalan tol, bandar udara, hingga keberhasilan proyek transportasi umum seperti LRT dan kereta cepat. Lalu ada juga transportasi air yang narasinya disampaikan bersamaan dengan diresmikannya sejumlah bendungan menjelang lengsernya Jokowi. Media menuliskan daftar infrastruktur tersebut bersamaan dengan klaim tingginya kontribusi pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi nasional.
Kepuasan Kinerja Pemerintahan Jokowi menjadi topik yang banyak disampaikan selanjutnya. Topik ini mengemuka di tiga media yang merujuk pada hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia mengenai tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi yang mencapai 75%. Topik ini cukup masif disampaikan oleh sejumlah media.
Topik ketiga adalah Kesan Bekerja Bersama Jokowi yang muncul di dua media, Tempo.co dan CNNIndonesia.com. Topik ini paling ramai disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno yang mengungkap kesannya selama 10 tahun bekerja dengan Jokowi. Tidak seperti narasi pemberitaan sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada kinerja atau capaian pemerintahan Jokowi, pada pemberitaan ini narasi yang muncul mengarah pada Jokowi sebagai pribadi dengan karakter pekerja keras sebagaimana yang disampaikan oleh Praktikno.
Salah satu media seperti Tribun Network turut memberitakan apresiasi kinerja pemerintahan Jokowi yang disampaikan oleh sejumlah narasumber di level daerah. Hal tersebut tidak terlepas dari jaringan media Tribun Network yang memang mencakup media-media di lingkup daerah. Ramainya pemberitaan apresiasi oleh narasumber di level daerah tercermin dari munculnya topik Apresiasi Kinerja Jokowi yang menjadi topik terbanyak kedua pada pemberitaan di media Tribun Network.
Cukup masifnya narasi apresiasi kinerja pemerintahan Jokowi dari pemerintah daerah tersebut membenarkan adanya instruksi di level daerah dalam operasi kampanye keberhasilan pemerintah sebagaimana yang diungkapkan oleh Budi Arie. Pada wawancaranya dengan Tempo, Budi menyebut penetrasi kampanye keberhasilan 10 tahun pemerintahan Jokowi dilakukan tidak hanya di jajaran kementerian/lembaga tetapi juga diperintahkan oleh Kementerian dalam Negeri kepada pemerintah daerah.
Kendati demikian tidak semua pemberitaan 10 tahun Jokowi diwarnai oleh narasi keberhasilan. Sentimen negatif, meski sedikit, dapat ditemui di sejumlah pemberitaan terkait kritik atau pemberian rapor merah dari sejumlah pihak seperti lembaga/pengamat hingga aksi unjuk rasa yang masif terjadi jelang lengsernya Jokowi.
Tempo.co menjadi media dengan rasio pemberitaan negatif terbanyak yakni sebanyak 33 berita dari total 92 berita (36%). Hal ini menunjukkan bahwa Tempo.co dibanding empat media lainnya cukup berimbang dalam menyampaikan pemberitaan mengenai capaian pemerintahan Jokowi dalam 10 tahun terakhir. Tak hanya capaian positif, media ini turut mengungkap kegagalan sejumlah program pemerintahan Jokowi seperti program food estate dan hilirisasi. Sentimen negatif dalam pemberitaan Tempo.co juga didorong oleh laporan Kampanye Memoles Citra Jokowi yang ditulis oleh Majalah Tempo.
Kampanye di Media Sosial
Memantau narasi keberhasilan 10 tahun pemerintahan Jokowi di media sosial dilakukan dengan bantuan alat big data Socindex. Sama halnya dengan media massa, pantauan media sosial juga dilakukan selama periode 1–18 Oktober 2024. Adapun keyword atau kata kunci yang digunakan untuk memantau percakapan 10 tahun Jokowi adalah sebagai berikut:
Untuk daftar tagar atau hashtag yang dipantau pada tulisan ini mengacu pada daftar tagar yang ditemukan Majalah Tempo dalam laporan operasi kampanye keberhasilan 10 tahun Jokowi. Tagar ini dipantau di tiga platform sosial media yakni X, TikTok dan Instagram. Berdasarkan hasil pantauan Socindex, #TerimakasihpakJokowi menjadi tagar yang paling banyak digunakan yaitu mencapai 23.555 percakapan.
Media sosial X, menjadi platform media sosial yang paling banyak membicarakan tentang 10 tahun pemerintahan Jokowi yakni sebanyak 47.209 percakapan. Diikuti oleh Tiktok (14.069 percakapan), Instagram (6.627 percakapan) dan YouTube (527 percakapan).
Puncak keramaian percakapan 10 tahun Jokowi terjadi di tanggal 10 Oktober 2024. Di X, percakapannya mencapai 3.890 bersamaan dengan mulai masifnya tagar-tagar #terimakasihJokowi mengisi cuitan warganet di platform media sosial tersebut. Jumlah percakapan di X mulai menurun pada hari berikutnya, dan kembali meningkat pada 15–18 Oktober 2024.
Di YouTube, jumlah percakapan tampak mulai ramai pada 11–17 Oktober 2024. Keramaian tersebut diamplifikasi oleh akun-akun media pemberitaan seperti Okezone, Kompas TV, CNBC, dan lain sebagainya yang turut mengunggah video pemberitaan tentang 10 tahun Jokowi di akun YouTube mereka.
Narasi 10 tahun Jokowi di sosial media tidak banyak berbeda dengan narasi yang muncul di media massa. Keberhasilan Pembangunan Infrastruktur menjadi top topik narasi 10 tahun Jokowi di X yakni mencapai 10.782 percakapan. Keberhasilan pembangunan infrastruktur ini meliputi pembangunan IKN, pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan tol, LRT, kereta cepat, dan pembangunan infrastruktur air (bendungan).
Keberhasilan Program Hilirisasi turut menjadi topik yang paling banyak diperbincangkan di X. Narasi yang muncul terkait ini bersamaan dengan apresiasi atas masifnya pembangunan smelter selama pemerintahan Jokowi sebagai upaya mendorong hilirisasi industri. Topik Apresiasi Kinerja 10 Tahun Jokowi menjadi topik ramai selanjutnya. Narasinya mengarah pada apresiasi kinerja yang mencakup pengabdian Jokowi selama 10 tahun terakhir sebagai presiden, pribadinya yang merakyat, bekerja keras, dll.
Transisi Energi tak luput muncul juga sebagai topik dalam percakapan di X. Upaya penggunaan energi bersih selama pemerintahan Jokowi seperti biofuel dan kendaraan listrik banyak digaungkan sebagai salah satu program yang berdampak positif selama pemerintahannya.
Topik masif kelima di X adalah mengenai Keberhasilan Pembangunan Indonesia Sentris. Mengemukanya topik ini didorong oleh cuitan warganet yang memuji pembangunan selama 10 tahun pemerintahan Jokowi karena dinilai telah berorientasi keadilan dan sebagai perwujudan dari Indonesia sentris.
Berdasarkan analisis bot yang berhasil diidentifikasi oleh Socindex, percakapan tentang 10 tahun Jokowi di X didominasi oleh akun bot dan cyborg yang masing-masing mencapai 17.201 percakapan dan 13.666 percakapan. Unggahan bersifat organik oleh human atau manusia hanya mencapai 2.494 percakapan saja. Masifnya unggahan bot dan cyborg sebenarnya terlihat jelas dari keseragaman dan terstrukturnya narasi tentang keberhasilan 10 tahun pemerintahan Jokowi yang dicuitkan oleh akun-akun yang juga kebanyakan anonim atau tidak beridentitas.
Kendati narasi 10 tahun Jokowi tampak didominasi oleh topik keberhasilan, sejumlah akun yang mengkritisi kerja-kerja Jokowi juga muncul dalam pantauan di media sosial, utamanya X. Tidak sedikit dari mereka yang turut menyematkan kata kunci “terima kasih Jokowi” dan hashtag #TerimakasihJokowi sebagai bentuk sindiran. Juga sebagai counter akan adanya ledakan cuitan dari akun-akun bot yang masif mengkampanyekan keberhasilan pemerintahan Jokowi.
Objektivitas Media sebagai Taruhan
Ledakan narasi keberhasilan pemerintahan Jokowi di media tampak sebagai pola “lumrah” yang kerap terjadi di pengujung masa pemerintahan kepala negara sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto. Praktik orkestrasi informasi oleh media disampaikan Wijayanto, ibarat lagu lama dengan pola serupa yang kembali digunakan
Wijayanto mengungkap sedikitnya terdapat empat ciri pola manipulasi informasi oleh media antara lain; konten yang dibuat secara profesional, adanya tsunami percakapan, kemunculan akun-akun anorganik (robot) dan amplifikasi media arus utama. Wijayanto mengingatkan adanya dampak yang lebih serius utamanya terhadap demokrasi tentang adanya praktik ini yakni terkait hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar atau sesuai fakta menjadi tercederai.
Hal tersebut tentunya berkaitan dengan pentingnya objektivitas media sebagai salah satu etika dalam jurnalistik bersamaan dengan independensi dan netralitas. Penerapan etika ini berkaitan dengan profesionalitas media dalam menjalankan tanggung jawabnya kepada masyarakat sebagai pilar keempat demokrasi.
Hal yang menjadi permasalahan lainnya adalah pada adanya upaya mengaburkan “pagar api”. Sebagaimana yang disebutkan Bocor Alus dalam utasnya, permintaan untuk membuat pemberitaan keberhasilan 10 tahun pemerintahan Jokowi bukan sebagai advertorial hanya akan mencederai nilai yang dijunjung dalam etika jurnalisme terkait objektivitas. “Pagar api” merujuk pada adanya batas antara kerja iklan dengan redaksi yang mana isi pemberitaan tidak akan dan tidak boleh dipengaruhi oleh konten iklan, demikian pula sebaliknya.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menilai kampanye keberhasilan pemerintah yang dimuat sebagai berita alih-alih advertorial merupakan upaya meruntuhkan independensi pers. Ninik memahami iklim bisnis media yang sedang tidak baik-baik saja, tetapi Ia menyayangkan jika banyak media yang mau mengambil kontrak kerja sama tersebut dan menerima syarat Kemkominfo terkait intervensi konten pemberitaan.
Kaburnya “pagar api” hanya akan membuat masyarakat kesulitan untuk membedakan mana berita yang sebenarnya dengan berita iklan. Terlebih jika berita yang disampaikan oleh media ternyata tidak sesuai fakta yang ada di lapangan atau dilebih-lebihkan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Tempo terkait narasi pertumbuhan ekonomi di era Jokowi yang digaungkan berhasil mencapai 7,04%. Padahal, dibandingkan dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mampu mencapai rata-rata pertumbuhan 14,9% capaian Jokowi terbilang rendah.
Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dalam laporannya berjudul Kapasitas Jurnalis dalam Meliput Pemilu 2024 mengungkap pudarnya batas iklan dengan redaksi di perusahaan media menjadi keprihatinan utamanya dalam memberitakan isu politik. Menampilkan iklan politik seolah-olah berita merupakan bentuk penipuan kepada publik dan sangat merugikan banyak pihak. Persoalan ini menurut AJI menjadi tantangan serius bagi jurnalisme di Indonesia ditambah dengan kondisi perusahaan media kecil yang mengalami kesulitan bisnis. Iming-iming uang tentunya menjadi menarik untuk mendorong pendapatan usaha mereka.
Hal lain yang disoroti oleh AJI adalah terkait kapasitas jurnalis yang masih belum memahami keberadaan “pagar api”. Kondisi ini tentunya memprihatinkan di tengah tren operasi orkestrasi informasi yang sedang dijalankan pemerintah kepada media.
Berdasarkan riset yang dilakukan AJI, penghormatan jurnalis terhadap prinsip “pagar api” antara berita dan iklan masih minim. Temuan survei menunjukkan hanya 54,5% dari 1.300 jurnalis yang menjawab bahwa “iklan politik yang ditampilkan sebagai berita merupakan pelanggaran kode etik”. Hal ini menunjukkan masih banyaknya ketidaktahuan jurnalis (45,5%) tentang adanya “pagar api”. Lalu dalam praktiknya, AJI menemukan sebanyak 22,9% jurnalis menyatakan “pernah menampilkan iklan politik sebagai berita” yang merupakan bentuk pelanggaran etika jurnalisme.
AJI melihat permasalahan ini terletak pada masih banyaknya pihak yang menganggap praktik orkestrasi informasi ini sebagai hal normal. Tampak dari sikap pemerintah yang buka-bukaan menyampaikan bahwa memang sedang melakukan kampanye kinerja positif dengan menganggarkan sejumlah dana untuk melakukan kontrak kerja sama dengan media pemberitaan.
AJI kemudian menekankan pentingnya langkah strategis komunitas pers untuk menghentikan praktik ini. Di antaranya dengan memastikan pemilik media tidak menyalahgunakan perusahaan pers untuk kepentingan politik atau individu dan peningkatan kapasitas jurnalis. Keduanya harus dijalankan bersamaan demi mewujudkan kebebasan pers sebagai kunci demokrasi yang baik.
Epilog
Memberitakan capaian pemerintah sah saja dilakukan. Namun, menjadi masalah jika pemberitaan dibuat karena adanya permintaan khusus yang berpotensi mencederai objektivitas, indepedensi dan transparansi dalam etika jurnalisme. Intervensi pemerintah dalam pembingkaian narasi media utamanya terkait politik dapat membentuk persepsi publik yang bias terutama jika tidak diimbangi dengan pandangan yang kritis. Bagaimanapun media harus menjalankan fungsinya sebagai “watchdog”. Karena jika kemudian media gagal menjalankan fungsinya sebagai pengawas, pada siapa lagi publik harus percaya?