Najwa Shihab, tokoh publik yang dikenal sebagai jurnalis dan presenter dengan kekritisannya, mendapat perundungan digital. Najwa diserang karena celetukannya saat melakukan siaran langsung menyaksikan pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada kanal Narasi.
Pada siaran yang didampingi oleh Andovi Da Lopez itu, Najwa mengkritisi pilihan transportasi mantan presiden Joko Widodo yang digunakan untuk pulang ke Solo setelah purnatugas pada 20 Oktober 2024. Awalnya, Jokowi akan menggunakan pesawat komersil, tetapi kemudian diganti menggunakan pesawat milik TNI AU lengkap dengan pesawat pengawal.
Menanggapi peristiwa itu, Najwa secara satir berceletuk “ga jadi komersil, sekarang nebeng TNI AU”. Ungkapan “nebeng” ini sebenarnya tidak jauh dari kasus perjalanan mewah Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat. Kaesang diberitakan “nebeng” jet pribadi milik seorang pengusaha untuk pergi ke Amerika Serikat. Namun, ucapan “nebeng” Najwa ini kemudian bergulir menjadi kontroversi.
Kontroversi ini menggema paling kencang di TikTok. Warganet menganggap bahwa ucapan itu tidak etis diucapkan pada Jokowi setelah menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia selama satu dekade. Sayangnya, suara warganet menjadi semakin liar. Muncul seruan-seruan perundungan, rasis, seksis, dan ujaran-ujaran kebencian lainnya yang bahkan mengarah ke pelecehan.
Perundungan pada Najwa
Pengguna TikTok yang keras membalas ucapan “nebeng” Najwa Shihab adalah Ali Hamza melalui akun @alinezad. Ali Hamza termasuk orang yang pertama kali mengunggah video kontroversi “nebeng” Najwa Shihab pada tanggal 22 Oktober 2024. Di video itu, Ali bermain-main dengan istilah “nebeng” sembari menjatuhkan karakter Najwa yang ia anggap sudah tua dan benci terhadap Jokowi sehingga membuat argumen Najwa terlalu bias dan tidak logis. Ali Hamza pun terpantau telah beberapa kali menyerang Najwa, pihak-pihak yang bersimpati pada gerakan Peringatan Darurat, dan etnis Rohingya melalui video TikToknya.
Kolom komentar di unggahan video itu pun dipenuhi ujaran-ujaran yang memojokkan. Mulai dari komentar yang menuding bahwa Najwa adalah pembohong dengan ungkapan “Sengkuni”, menyerang ras Najwa yang dianggap datang dari Yaman, tudingan yang bersifat asusila, dan lainnya.
Tidak hanya kepada Najwa, Ali Hamza juga mengarahkan serangannya terhadap ayah dari Najwa Shihab, Quraish Shihab. Quraish Shihab dikenal sebagai ulama tafsir Islam yang santun dan dihormati oleh masyarakat dan memiliki keilmuan yang mendalam.
Dalam serangannya terhadap Quraish Shihab, Ali menuding Menteri Agama era tahun 1998 itu telah mengacak-acak syariah Islam terkait jilbab yang menurut Quraish tidak diwajibkan. Pernyataan Ali sembari menukil karya tulis dari Chamim Thohari yang berjudul “Konstruksi Pemikiran Quraish Shihab Tentang Hukum Jilbab: Kajian Hermeneutika Kritis” yang dapat diakses pada situs Universitas Muhammadiyah Malang.
Tidak berhenti pada Ali Hamza, beberapa akun lain seperti @ms_jb.01, @barisanmilenialmadura08, dan @dyalolefrand mengunggah video dengan konten serupa berisikan tudingan miring terhadap Najwa. Akun Yoga Kevan @yogakevan bahkan bertindak lebih jauh dengan membakar buku yang ditulis Najwa Shihab yang berjudul “Catatan Najwa”. Akun Yoga Kevan kini sudah tidak aktif di TikTok.
Lain Ladang, Lain Belalang
Berbeda dengan TikTok, banyak warganet di X yang lebih mendukung Najwa. Salah satu yang menjadi pemicu adalah pembakaran buku yang dilakukan oleh Yoga Kevan tersebut. Unggahan Yoga Kevan dinaikkan kembali melalui akun base @tanyakanrl yang kemudian memicu warga X untuk melakukan pembelaan terhadap Najwa.
Pembakaran buku “Catatan Najwa” tersebut direspons keras oleh warga X. Pembakaran buku dianggap keterlaluan dan representasi dari pemusnahan ilmu pengetahuan yang menjurus pada sikap yang mempertontonkan kebodohan.
Tidak hanya soal pembakaran buku, celetukan “nebeng” Najwa juga direspons oleh tokoh publik Nikita Mirzani. Nikita sudah cukup dikenal sebagai sosok yang kontroversial dan citranya di X pun tidak jauh dari hal tersebut. Akun X @IndoPopBase mengutip pernyataan Nikita melalui siaran langsung Instagram yang berbunyi “emang itu si Najwa Shihab itu kadang-kadang sok kepintaran ya, eh Najwa Shihab lagi heboh gara-gara katanya Jokowi diantar ke Solo numpang pesawat TNI. Keterlaluan lo ya Najwa Shihab”. Tentu saja, warga X merespons Nikita dengan kecaman.
Aktivitas Perbincangan Warganet
Pemantauan Socindex di X terhadap keywod “najwa shihab” memperlihatkan statistik aktivitas yang cukup tinggi selama pemantauan pada tanggal 22–30 Oktober 2024. Peningkatan aktivitas terjadi pada tanggal 27 Oktober 2024, bertepatan dengan kiriman dari akun base @tanyakanrl terkait pembakaran buku “Catatan Najwa”.
Sementara itu, akun @IndoPopBase yang menyoroti pernyataan Nikita Mirzani menjadi akun dengan penebutan tertinggi. Unggahan @IndoPopBase menarik balasan yang cukup tinggi dari pengguna X lantaran Nikita Mirzani adalah pesohor dan ia tersandung kontroversi sekitar sebulan sebelum responsnya terhadap Najwa.
Socindex mendapati perbincangan tentang Najwa Shihab di X terjadi secara natural. Grafik akun human yang terlibat dalam pembicaraan lebih tinggi dibandingkan dengan akun-akun bot. Artinya, ada indikasi tidak banyak manipulasi di X terkait isu ini. Hal ini dapat dipahami bahwa meskipun suara-suara besar di X mendukung Najwa, tetapi secara konten dan kalimat minim keseragaman, baik diksi yang digunakan maupun fokus pembicaraan dari cuitan.
Contohnya adalah cuitan dari @senyantainya, @nabiylarisfa, dan @wenielfiprincess. Secara garis besar, ketiga cuitan tersebut menyatakan ketidaksukaannya terhadap TikTok dan opini-opini yang berkembang di media sosial tersebut. Namun, sikap tersebut disampaikan dengan pernyataan yang berbeda.
Upaya Mematikan Karakter?
Muncul tudingan di Twitter bahwa serangan terhadap Najwa Shihab adalah upaya untuk membunuh karakter Najwa. Akun @deimaysaa bercuit bahwa ada upaya tersebut telah dimulai sejak munculnya gerakan Peringatan Darurat pada Agustus 2024 lalu. Kesimpulan itu ia tarik setelah melihat kecenderungan komentar-komentar buruk di TikTok terkait Najwa Shihab, khususnya setelah Ia turut bergabung sebagai simpatisan pada Gerakan Peringatan Darurat.
Upaya penyerangan digital terhadap Najwa Shihab bisa menjadi peringatan kepada suara-suara kritis. Narasi yang dibangun dari video-video oleh Ali Hamza tidak menyerang celetukan nebeng yang sebenarnya memiliki konteks yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan. Alih-alih pribadi Najwa sendiri yang menjadi bulan-bulanan para pembuat konten ini.
Serangan digital terhadap Najwa Shihab menjadi peringatan bagi suara-suara kritis. Alih-alih menantang substansi pernyataan Najwa mengenai penyalahgunaan kekuasaan, serangan justru ditujukan pada pribadi Najwa sendiri seperti yang dilakukan oleh Ali Hamza. Ini pun berpotensi dapat diulangi dengan target-target lain.
Penelitian Nuurrianti Jalli, Asisten Profesor Kajian Komunikasi di Northern State University, mengungkap peran TikTok dalam lanskap politik saat ini. Dalam tulisannya di theconversation.com, Jalli menyoroti bagaimana algoritma TikTok yang canggih dapat mengubah platform ini menjadi alat propaganda yang efektif. Melalui video-video pendek yang menarik, bahkan akun dengan jumlah pengikut sedikit pun dapat menjangkau audiens yang sangat luas, sehingga memungkinkan narasi politik tertentu untuk menyebar dengan cepat.
TikTok sebagai alat propaganda menjadi semakin efektif karena banyaknya pengguna media sosial tersebut di Indonesia. Statista merilis bahwa hingga Juli 2024, Indonesia menjadi negara dengan pengguna TikTok terbesar dengan 157,6 juta pengguna. Angka itu lebih besar daripada Amerika Serikat dengan sekitar 120,5 juta pengguna dan Brazil dengan 105,3 juga pengguna.
Kedua kombinasi itu dapat membuat suatu narasi menjadi mudah tersebar secara masif. Contoh keberhasilan propaganda menggunakan TikTok ini dapat dilihat dari kemenangan Prabowo Subianto melalui kampanye “gemoy” dan Ferdinand “Bongbong” Romualdez Marcos Jr. di Filipina yang sukses meraih dukungan dari pemilih muda karena keduanya intens melakukan kampanye di TikTok.
Sayangnya, kemudahan untuk menaikkan narasi ini juga dapat digunakan untuk memberangus kritik dengan menekan suara kritis dengan narasi tertentu. Dalam konteks ucapan “nebeng”, Najwa Shihab menjadi target serangan yang ditujukan pada pribadinya secara cukup masif.
Dampak dari perundungan digital seperti yang dialami Najwa Shihab memiliki konsekuensi serius kehidupan demokrasi di Indonesia. Serangan terhadap pribadi dan pembunuhan karakter menjadi ancaman nyata bagi mereka yang berani melontarkan kritik. Hal ini lantas membuat banyak pihak untuk memilih diam, daripada harus menghadapi ancaman tersebut. Akibatnya, kontrol sosial menjadi melemah karena berkurangnya orang yang berani mengangkat isu-isu penting dalam posisi yang berseberangan.
Penyerangan terhadap suara kritis akhirnya berpotensi mempersempit ruang kebebasan berekspresi yang menjadi unsur penting dalam kehidupan berdemokrasi. Ketika kritik diserang bukan substansinya, tetapi melalui perundungan kepada pembawa pesan, iklim demokrasi yang sehat akan terganggu. Masyarakat yang enggan menyampaikan kritik yang relevan, dapat menyebabkan narasi akan dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu. Dalam jangka panjang, pola ini dapat mengarah pada berkurangnya kualitas partisipasi publik dan melemahkan pengawasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh otoritas.
Penutup
Serangan terhadap Najwa Shihab karena ungkapan “nebeng” ini menunjukkan betapa media sosial dapat disalahgunakan untuk membungkam suara kritis. Ungkapan Najwa dipelintir sedemikian rupa sehingga serangan digital itu malah ditujukan pada pribadinya. Kejadian ini mengindikasikan potensi ancaman serius bagi demokrasi. Intimidasi sudah siap membayangi individu-individu yang kritis. Alhasil, kebebasan berekspresi akan terkekang dan pengawasan sosial pun akan berkurang.